Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Sebagian orang berkata bahwa ayat ini menunjukkan, bumi mengelilingi matahari. Penafsiran ini keliru dan berkata atas Allah tanpa dasar ilmu, karena konteks ayat di atas tidak menunjukkan hal itu, coba perhatikan secara sempurna:
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Alloh. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri. Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tentram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.” (Alquran surat An-Naml:87-89)
Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa kejadian tersebut adalah ketika hari kiamat.”
Selain itu, bacalah juga :
“Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya, pada hari ketika langit benar-benar bergoncang, dan gunung benar-benar berjalan. Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, (yaitu) orang-orang yang bermain-main dalam kebatilan.” (Alquran Surat Ath Thuur (52):7-12)
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam muqadimah kitab tafsirnya menyatakan tentang kaidah menafsirkan Al-Qur’an. Beliau -rahimahullah- menyampaikan bahwa cara menafsirkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut :
1. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Metodologi ini merupakan yang paling shalih (valid) dalam menafsirkan Al-Qur’an.
2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah. Kata beliau -rahmahullah-, bahwa As-Sunnah merupakan pensyarah dan yang menjelaskan tentang menjelaskan tentang Al-Qur’an. Untuk hal ini beliau -rahimahullah- mengutip pernyataan Al-Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah- : “Setiap yang dihukumi Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka pemahamannya berasal dari Al-Qur’an. Allah -Subhanahu wata’ala- berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) membela orang-orang yang khianat.” (Alquran Surat An-Nisaa (4):105)
3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pernyataan para shahabat. Menurut Ibnu Katsir -rahimahullah- : “Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kami merujuk kepada pernyataan para shahabat, karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui sekaligus sebagai saksi dari berbagai fenomena dan situasi yang terjadi, yang secara khusus mereka menyaksikannya. Merekapun adalah orang-orang yang memiliki pemahaman yang sempurna, strata keilmuan yang shahih (valid), perbuatan atau amal yang shaleh tidak membedakan diantara mereka, apakah mereka termasuk kalangan ulama dan tokoh, seperti khalifah Ar-Rasyidin yang empat atau para Imam yang memberi petunjuk, seperti Abdullah bin Mas’ud -radliyallahu anhu-.
4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pemahaman yang dimiliki oleh para Tabi’in (murid-murid para shahabat). Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau pernyataan shahabat, maka banyak dari kalangan imam merujuk pernyataan-pernyataan para tabi’in, seperti Mujahid, Said bin Jubeir. Sufyan At-Tsauri berkata : “Jika tafsir itu datang dari Mujahid, maka jadikanlah sebagai pegangan”.
Ibnu Katsir -rahimahullah- pun mengemukakan pula, bahwa menafsirkan Al-Qur’an tanpa didasari sebagaimana yang berasal dari Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam- atau para Salafush Shaleh (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in) adalah haram.
Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas -radliyallahu ‘anhuma- dari Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-:
“Barangsiapa yang berbicara (menafsirkan) tentang Al-Qur’an dengan pemikirannya tentang apa yang dia tidak memiliki pengetahuan, maka bersiaplah menyediakan tempat duduknya di Neraka.” (Dikeluarkan oleh At Tirmidzi, An Nasa’i dan Abu Daud, At Tirmidzi mengatakan : hadist hasan).
Sufyan bin Waki’ mengabarkan kepada kami, Suwaid bin Amru al-Kalbi mengabarkan kepada kami, Abu Awanah mengabarkan kepada kami, dari Abdul a’laa, dari Said bin Jubari, dari Ibnu Abbas radhiyAllahu ‘anhuma, dari Rosulullah [saw]. beliau bersabda (yg artinya): “Takutlah kalian berbicara tentang sesuatu yang berasal dariku melainkan pada apa yang telah kalian ketahui. Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyimpan tempat duduknya di dalam neraka, Dan barang siapa yang menafsirkan al-Qur’an dengan akal pikirannya, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya didalam neraka” (HR.Ahmad 1/233,269,293,323,327 An-Nasa’i No.109,110 Fadhailul Qur’ani) berkata Imam Tirmidzi “Hadits ini derajatnya hasan”
Kita patut bersyukur kepada Allah 'azza wa jalla dengan kemajuan sains saat ini. Banyak yang tertarik dengan Islam karena mencocokkannya dengan kenyataan maupun sains. Namun janganlah sembarangan mengambil potongan ayat lalu dihubung-hubungkan dengan sains.
Sign up here with your email
2 komentar
Write komentardan matahari berjalan ditempat peredarannya.Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
Replyyaasiin 38
dan dalam injil juga demikian.. berilah saya bukti yang bbisa mencerahkan?
pernyataan sembrono dengan mengabaikan fakta2 sains.
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon